Dorong Kesetaraan Akses Teknologi dan Inklusivitas Pendidikan, Program Digital Skills Sasar Kelompok Disabilitas
Demi mendorong kesetaraan akses teknologi dan inklusivitas pendidikan, program Digital Skill mulai menyasar kelompok disabilitas. Ini disampaikan Ketua Program Digital Skills, Fajar Baskoro, Jumat, 8 Agustus 2025.
Dalam keterangan tertulisnya, Fajar mengatakan, kelompok disabilitas seringkali tertinggal karena adanya keterbatasan akses, fasilitas maupun pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Padahal, dunia kerja dan industri digital saat ini membuka peluang besar bagi siapapun untuk berkarya.
Oleh karena itu, program hasil kolaborasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, dan UNICEF ini memberi kesempatan bagi kelompok disabilitas agar tetap bisa berkarya dengan sistem pembelajaran inklusif, adaptif, dan memberdayakan.
"Programnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing jenis disabilitas. Serta, didukung teknologi asistif seperti screen reader, subtitle otomatis atau antarmuka yang ramah disabilitas," ujarnya.
Dosen Teknik Informatika ITS ini menyebut, sasaran disabilitas yang mengikuti program, yakni disabilitas sensorik (tuna netra dan tuna rungu), disabilitas fisik (pengguna kursi roda), dan disabilitas intelektual ringan.
"Disabilitas intelektual ringan ini mereka yang masih dapat mengikuti pelatihan berbasis praktik dan teknologi sederhana," tambahnya.
Di program ini, kata Fajar, para siswa dan guru pendamping dibekali modul dengan pendekatan ramah disabilitas dan berfokus pada potensi peserta didik. Sehingga mereka bisa belajar mengenal, memahami, dan menguasai keterampilan dasar digital secara bertahap dengan metode menyenangkan.
Tidak hanya itu, modul tersebut berpedoman pada orientasi kehidupan nyata. Artinya, materi yang disajikan tidak bersifat teoritis semata, melainkan aplikatif dan kontekstual dengan kehidupan siswa. Serta, mendorong adanya kolaborasi antara guru dan orang tua untuk mendukung pembelajaran yang interaktif.
Menariknya, pengajaran teknologi program ini juga berpedoman pada prinsip desain inklusif. Pendekatan ini menempatkan keberagaman kemampuan sebagai dasar dalam merancang pengalaman belajar.
Ia menambahkan, desain inklusif bukan berarti membuat versi khusus untuk anak-anak berkebutuhan. Tetapi, pendekatan yang mampu menciptakan pengalaman belajar yang bisa diakses semua siswa tanpa perlu banyak penyesuaian tambahan.
Dengan begitu, pendekatan ini diharapkan bisa meniadakan hambatan dan membuka akses seluas-luasnya bagi setiap peserta didik.
"Kami menyadari bahwa disabilitas bukanlah penghalang untuk berdaya dan berkarya.
Sebaliknya, dengan dukungan lingkungan belajar yang tepat, siswa dengan disabilitas
dapat tampil sebagai pengguna aktif dan bahkan pencipta solusi digital," tandas Fajar.
Salah satu trainer Digital Skill, Debby Synthia Sari mengaku sangat bersyukur bisa bergabung dengan program ini. Pasalnya, guru Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Anak Panah Kota Surabaya ini bisa memberikan pemahaman kepada anak didiknya apa itu teknologi dan media sosial.
"Secara skill anak-anak perlu dilengkapi di era digital seperti ini. Sehingga mereka yang punya akademis kurang, bisa terlatih skill mereka," ungkap Debby.
Begitu juga Ibanez Devon W, siswa Digital Skills PKBM Anak Panah ini menceritakan sebelumnya dia adalah sosok pemalu. Namun, setelah mengikuti Digital Skills dia tumbuh menjadi lebih berani.
"Saya diajari mendesain, membuat poster, dan dari Digital Skills saya jadi pemberani," ungkapnya.
Tidak hanya dari para siswa dan guru, orang tua pun menyambut baik program ini, salah satunya Liana. Dia merasa senang dan mendukung program Digital Skills karena peserta didik akan diberi bekal skill yang bagus. Mulai dari desain, entrepreneurship hingga media sosial.
"Mereka juga akan mengetahui kejahatan dalam bermedia sosial, mereka tahu cara menghindarinya. Mereka bisa membuat desain-desain untuk jualan mereka, itu bisa menambah income buat ke depan," ujar Liana. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar